HERD IMMUNITY? PANTASKAH MENJADI SEBUAH SOLUSI? - MARI LAWAN COVID-19
Karantina di rumah, work from home, rapid test massal,
hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang resmi diberlakukan di
Jakarta sejak enam hari lalu (9/4), disusul oleh Jawa Barat sejak kemarin (15/4),
merupakan bukti bahwa pemerintah tengah melakukan langkah yang dinilai
efektif dalam memutus rantai penyebaran virus.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, beberapa pihak menganggap
cara-cara tersebut belum efektif dalam menghentikan laju perkembangan virus.
Kemudian 23 Maret lalu linimasa dihebohkan dengan kontroversi mengenai langkah
menghentikan pandemi dengan prosedur herd immunity.
Herd immunity atau kekebalan kelompok
digadang-gadang dapat menjadi cara ampuh untuk melawan COVID-19. Herd
immunity pernah “menang” melawan flu Spanyol yang melanda dunia pada
1918. Wabah itu berakhir setelah dua tahun mengancam manusia. Namun gantinya,
sepertiga orang di dunia meninggal yang disebabkan virus influenza itu.
Ketua
Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB), dr James Allan Rarung menyebut
kalau pelonggaran PSBB dapat memicu terjadinya herd immunity. Issue pelonggaran ini sudah mulai mencuat sejak
beberapa hari belakangan ini, saat kabar anak sekolah akan diaktifkan kembali,
karyawan BUMN di bawah 45 tahun dapat tetap produktif di luar rumah lagi, pusat
perbelanjaan akan dibuka dll. Meskipun tetap akan ada sederet protokol
kesehatan yang mesti dipatuhi, namun rasanya…
Kembali lagi ke herd immunity, merupakan sebuah kondisi dimana ketika suatu populasi memiliki
kekebalan kelompok. Mayoritas akan kebal dengan penyakit yang sedang mewabah.
Dengan begitu, virus akan kesulitan menemukan inang untuk ‘menumpang’ hidup dan
menginfeksi orang-orang yang lebih rentan.
Ibarat wabah ini sebagai medan perang. Musuhnya adalah virus, tentaranya ada
di dalam tubuh kita. Nah, saat virus masuk ke tubuh, akan merusak sel-sel dalam
tubuh untuk membuat kita sakit. Namun mereka dihadang oleh makrofag (sel yang
ada di jaringan darah putih). Tugasnya makrofag sebagai garda depan. Makrofag akan
meminta bantuan neutrofil. Tugas garda kedua ini mencegah virus membuat
kerusakan lebih lanjut.
Kalau perang masih terjadi karena musuh yang lebih kuat, maka sel dendritik
yang akan mengundang pasukan tambahan yakni antigen. Mereka memproduksi senjata
berupa antibodi untuk melawan musuh. Saat para tentara menang melawan musuh,
sel-sel tubuh yang gugur di medan perang akan tumbuh kembali. Sementara sel
imun yang sudah selesai bertugas akan bunuh diri. Tapi mereka meninggalkan
memori yang merekam ciri-ciri musuh, sehingga kalau mereka datang lagi, tubuh
kita dapat melawannya kembali.
Ketika dalam tubuh seluruh masyarakat
serempak terjadi “perang” seperti di atas, maka kekebalan kelompok atau herd
immunity dapat tercapai.
Nah, untuk mencapai
kekebalan kelompok, mayoritas populasi harus menang perang sehingga sel memori
imun dapat merekam ciri-ciri musuh yang pernah datang. Cara untuk menang perang
ini ada dua, yaitu dengan vaksinasi atau membiarkan tubuh terinfeksi virus
secara alami.
Herd immunity secara
alami, membiarkan orang-orang terinfeksi.
Cenderung berisiko karena dapat menyebabkan banyak sekali orang meninggal dunia
karena terinfeksi virus. Kita yang masih muda dan sehat mungkin punya “tentara”
yang kuat dalam tubuh. Namun, tidak dengan para lansia, penderita kanker, atau
penyakit berat lainnya.
Herd immunity lewat
vaksinasi, cenderung aman karena virus yang disuntikkan ke tubuh manusia telah
dilemahkan dan sudah diuji coba. Dengan vaksinasi, penyebaran ke kelompok
rentan (lansia, dll) dapat ditekan dengan memilih populasi kuat untuk dijadikan
kelompok yang kebal.
Herd immunity memang
menawarkan hasil akhir yang terbaik. Namun, untuk dapat mencapai yang terbaik
itu kuncinya adalah vaksin. Karena jika menggunakan yang alami, akan banyak korban
yang meninggal.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak
merekomendasikan setiap negara yang menerapkan herd immunity dan melonggarkan lockdown. Sebab menurut WHO itu bukanlah cara yang tepat untuk
memutus penyebaran COVID-19. WHO menilai cara mendapat herd immunity dengan pembiaran masyarakat tertular oleh virus
corona sebagai hal yang berbahaya.
sumber foto : detik health |
Berikut seputar herd
immunity corona yang dilansir dalam Business
Insider (16/05/2020):
1. Puluhan Ribu Meninggal, 5
Persen yang Kebal
Penelitian di Spanyol dan
Perancis menunjukkan bahwa tidak lebih dari 5 persen dari populasi tersebut
telah mengembangkan antibodi COVID-19.
William Hanage, seorang ahli
epidemiologi di Harvard mengatakan, "Wabah besar dan kematian yang
berlebihan tidak menghasilkan herd
immunity yang bermakna."
Di Amerika Serikat,
hampir 85.000 orang yang meninggal, prospek kekebalan massal tidak lebih baik.
Pada bulan April, sebuah peneliti di Santa Clara Country, California
memperkirakan bahwa antara 2,5 persen dan 4,2 persen penduduk di sana memiliki
antibodi.
Sebuah penelitian di Los
Angeles Country membuat perkiraan serupa yaitu 2,8 persen menjadi 5,6 persen
"seroprevalensi" yang merupakan istilah untuk presentase orang yang
memiliki antibodi di dalam darah mereka.
Sebuah studi antibodi New
York menemukan bahwa 13,9 persen dari penduduk negara bagian New York telah
terinfeksi dengan virus Corona. Di New York City, seroprevalensi setinggi 21,2
persen tetapi itu diantara orang yang mencari tes (berarti mereka mungkin
mengira tubuhnya memiliki gejala). Ini masih jauh dari angka 50-70.
Hal ini bukan pertanda
baik bagi bagian lain Amerika Serikat, yang belum menghadapi gelombang infeksi
yang menghancurkan seperti menewaskan 27.500 orang di New York.
2. Manusia Bukan Ternak
(Herd)
Bahkan Swedia yang tidak
melakukan lockdown dan membiarkan hidup normal, tampaknya tidak memiliki
kekebalan tubuh.
Badan Kesehatan Publik
Swedia sendiri memperkirakan paling tidak sekitar seperempat populasi Stockholm
mungkin kontak dengan COVID-19. Lebih dari 3500 orang telah meninggal di negara
itu dan lebih dari 12 persen kasus yang dikonfirmasi.
"Manusia bukanlah
ternak (herds), dan lagi pula konsep herd immunity biasanya digunakan untuk
menghitung berapa banyak orang yang perlu divaksinasi dan populasi untuk
menghasilkan efek itu," ujar Mike Ryan, direktur eksekutif WHO.
3. Vaksin, Cara Terbaik
untuk Herd Immunity
Sebuah komunitas atau
negara dapat mencapai kekebalan imunitas melalui vaksinasi. Sampai vaksin
tersedia secara luas, para ahli merekomendasikan untuk memonitor virus melalui
pengujian luas dan pelacakan kontak, kemudian mengisolasi orang yang terinfeksi
dan siapa saja yang berhubungan dengan mereka.
Pemerintah mungkin juga
perlu menutup kembali bisnis dan memberlakukan kembali pembatasan jika infeksi
virus terjadi dan jumlahnya melampaui kapasitas rumah sakit.
"Proporsi yang
sangat rendah dari orang yang telah diuji memiliki bukti antibodi," ujar
Maria Van Kerkhove, seorang ahli epidemiologi WHO.
"Kami masih harus
menempuh jalan panjang dengan virus ini, karena virus karena virus ini sangat
mungkin dapat menginfeksi lebih banyak orang lagi," pungkas Kerkhove.
Herd Imumunity COVID-19 diyakini
sebagian besar ilmuwan, dapat terjadi bila sekitar 65 persen hingga 75 persen
dari populasi telah terinfeksi.
sumber foto : detik news |
Achmad Yurianto (Yuri), selaku juru bicara pemerintah
untuk penanganan COVID-19 mengisyaratkan Indonesia tidak akan menerapkan Herd
Immunity. "Herd immunity itu
kalau di text book ada, tapi di kita siapa yang memakai? Kalau herd immunity maka kenapa harus ada
PSBB?."
Yuri menambahkan Herd
Immunity itu hanya hukum rimba. Siapa yang kuat dia yang akan hidup dan
yang tidak kuat akan mati. " Kalau seperti itu ngapain pemerintah dari
awal capek-capek mengurus ini semua? Biarkan saja kalau yang masih hidup maka
itu nanti yang akan melanjutkan. Itu namanya herd immunity. Kalau kita mau membiarkan herd immunity, ngapain kita berlelah-lelah membikin gugus tugas dan
segala macamnya?" tutur Yurianto kepada detikNews (14/05/2020) lalu.
Hal
yang Terjadi Jika Prosedur Herd Immunity Dipraktikkan di Indonesia
sumber foto: kompas.com |
Prosedur herd immunity memang
menjadi perbincangan banyak orang karena dinilai akan sangat merugikan jika
diterapkan di Indonesia, dilansir dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia (PAPDI). PAPDI sejatinya telah melakukan kajian mengenai skema
jika prosedur herd immunity benar-benar
diterapkan di negara ini.
Hasil yang diperkirakan akan sangat mengerikan, karena angka kematian
akibat terinfeksi virus corona akan semakin jauh melonjak. Hal tersebut mungkin
terjadi, mengingat di Indonesia sangat banyak orang yang mengidap sejumlah
penyakit yang mampu memperparah gejala virus corona yang muncul. Beberapa
penyakit tersebut, di antaranya:
- Penyakit jantung
- Penyakit diabetes
- Penyakit paru kronis
- Penyakit hipertensi
- Penyakit kanker
- Penyakit autoimun
Seperti yang diketahui sejak awal kemunculannya, laju kematian akibat COVID-19
di negara Indonesia berada di angka 7-9 persen, yang kini berangsur menurun. Infeksi
COVID-19 pun menyerang siapa saja dan sangat berbahaya bagi lansia, anak-anak,
orang-orang dengan sistem kekebalan rendah, serta pengidap beberapa penyakit
yang telah disebutkan.
Jika prosedur herd immunity dilakukan
di Indonesia, bukan hal yang tidak mungkin jika akan terjadi kematian massal.
Ancaman mematikan ini tidak hanya berlaku pada golongan orang-orang yang telah
disebutkan, tapi juga untuk seseorang yang memiliki kesehatan jasmani yang
baik. Jika memang langkah berbahaya ini diambil, bukan hal yang tidak mungkin
jika Indonesia bisa saja kehilangan satu generasi produktif.
Lalu apakah saat ini tidak ada solusi untuk menekan persebaran COVID-19?
Tentu saja ada. Untuk saat ini yang dapat dilakukan adalah tetap menerapkan physical distancing dan
menjaga kebersihan, setidaknya sampai vaksin berhasil ditemukan.
Jadi apa yang lebih
baik? Semoga semuanya dapat bersabar, di rumah saja dan tetap melakukan protocol
hidup sehat setiap harinya. Yakin akan selesai jika semua bersama merasa bahwa
hal ini penting. Saling mengedukasi dan mengingatkan akan lebih baik J
#BPN30daysRamadhanChallenge2020
Menurutku yang terbaik adalah saling mematuhi aturan yang sudah dibuat dalam pencegahan covid ini.
BalasHapussetuju kak, saling membantu saling menjaga ya :)
HapusHerd immunity tuh seleksi alam bgt.. kalo beneran diterapin brati pemerintah emg mau mengurangi jumlah penduduk di indonesia 😂 ku tak sanggup membayangkannya 😣
BalasHapussedih ya, semoga memang bukan itu yang ditujukan pemerintah :(
HapusKalo diterapin Herd Immunity bener-bener kayak hukum rimba ya jatohnya, serem banget ngebayanginnya. Kesadaran untuk saling bekerjasama dalam mematuhi aturan yang ada itu emang perlu ditingkatkan lagi.
BalasHapusbener kak, gak kebayang deh :( seharusnya kita salin menjaga melindungi ya, tp ya balik lg ke kesadaran tiap individunya
HapusSerem banget memang si herd immunity ini. Yang terbaik memang tetep saling jaga, social distancing, dan tetep ikutin protokol kesehatan aja :)
BalasHapussetuju kak, semoga yang terbaik untuk kita semua :)
HapusAku pas pertama denger Herd Immunity ini agak ngeri sih, kayak hukum alam. Siapa yg kuat, dia yg bertahan. Pokoknya harus tetep ikutin protokol kesehatan aja, cari aman.
BalasHapusbener kak, semoga lekas membaik semuanya yaaa
HapusSubhanallah kumerinding Kak baca ini. Bener banget sih manusia bukan ajang percobaan. Soanya dengan cara new normal ini, akan semakin banyak korban berjatuhan. Betul sekali, tidak semua orang bisa bertahan dan memiliki herd immunity
BalasHapusduuhh, kalau mau terapin itu, yaaa siap2 aja yaaa.
BalasHapushikks, lebih baik sih menahan diri, kalau masih bisa dirumahaja ya bersabarlah ya, kalau harus keluar Bismillah, yakin kita dalam lindunganNYA.
semoga pandemi ini segera berakhir.. Aamiin.
Masih harus kuat dengan kesabaran, jangan pernah lengah dari menjaga diri dan selalu berdoa kepada-NYA agar dilindungi dan diberi kesehatan
BalasHapusaku lihat keadaan sekarang saja sudah sedih banget, apalagi sebelum diberlakukan new normal. Yang bisa ku lakukan berdoa terus menerus agar wabah ini cepat berakhir.
BalasHapusMasyallah, bagus sekali tulisannya mba Atiqah. Sepertinya di indonesia tanpa sengaja, diawal pandemi terjadi telah membentuk Herd immunity. Dimana yang akhirnya muncul semua orang2 yang tidak kebal meninggal selang waktu beberapa pekan.
BalasHapus