Rindu Hujan
Hampir seharian sejak beberapa hari yang lalu. Panas terik menempa ujung kepala dan menjalari ke seluruh tubuh. Aliran keringat sambung menyambung membuat genangan di setiap lekukan tubuh. Dan sudah dipastikan, kain penutup tubuh akan lembab dan beraroma menyengat.
Mungkin bukan hanya aku, hampir semua orang di negeri tropis ini merasakannya. Layaknya musim panas yang kering, Raja Langit Siang sedang rajin-rajinnya menghangatkan bumi belahan selatan. Tiupan angin kering menusuk hidung dengan aroma debu yang menyedak saluran pernapasan.
Air tampaknya menjadi barang eksklusif selama penantian musim penghujan. Alangkah berharganya, setetes embun yang menempel di dedauanan. Tanah subur merekah keras, menggumpal kering, tampak gersang dipandang mata. Dedaunan pohon peneduh mulai kecoklatan, jatuh gugur dan kering. Rumput yang ditumbuhkan menjalari tepian jalan pun berganti warna, tampak gersang berjajar dengan aspal yang mengkilat.
Selalu, yang ada dan dikeluhkan itu punya dua sisi yang mungkin saling melengkapi. Adakalanya terik menyengat ini menguntungkan beberapa jenis makhluk hidup di muka bumi ini. Untuk mendukung kehidupannya. Namun apa semua yang terlampau berlebihan itu juga dapat menjadi hazard bagi kehidupan.
Tubuh mulai terasa terpanggang saat terik langsung menyerang. Rona wajah memerah terbakar. Namun tetap tak menghentikan langkah setiap makhluk untuk menyambut berkah. Mulai merayap mencari tepian yang teduh. Pohon hijau rindang menjadi tumpuan puluhan makhluk untuk tetap tercukupi kebutuhan oksigennya. Terkadang, helaan nafas kendaraan menyembul tajam menusuk hidung. Membekaskan aroma sengak. Belum lagi kegiatan lain para pengumpul sisa konsumsi makhluk hidup, membakarnya menambah tinggi suhu bumi.
Rintik hujan bagai kekasih sejati yang dirindukan saat kering panjang melanda. Meski hadirnya hanya sepersekian waktu, namun sejuknya mampu menyiram retak kering tanah. Membasahi hati-hati yang kering karena duka yang mengeluh panjang pada panas.
Hujan yang dinanti layaknya mendapat sambutan istimewa dari para pengeluh terik dan keringnya dunia. Tak seharusnya menyingkirkan tumbuhan hijau yang mampu menyambut hujan dengan manis, dengan menyimpankan bertetes air hujan. Tidak begitu sopan jika harus merusakan rerumputan hijau yang menutup tanah kosong, mereka mampu lebih manis menyambut hujan. Hanya saja, kita terlampau sombong menyiakan hujan dan panas yang datang dengan cara yang tepat. Yang mampu menyadarkan kita, bahwa hidup akan berjalan normal jika kita mampu menghargai apa-apa yang ada di muka bumi.
Hujan yang dinanti, semoga datang tepat waktunya mengusir terik panas kering yang meretakan tetanahan. Hujan yang dinanti, akan datang menyambut makhluk-makhluk yang berbesar hati menantinya. Hujan yang dinanti, akan ada di sela panas keringnya dunia.
Hujan :)
Dan semalam tadi, aku telah menyaksikan hujan turun membasahi :)
Mungkin bukan hanya aku, hampir semua orang di negeri tropis ini merasakannya. Layaknya musim panas yang kering, Raja Langit Siang sedang rajin-rajinnya menghangatkan bumi belahan selatan. Tiupan angin kering menusuk hidung dengan aroma debu yang menyedak saluran pernapasan.
Air tampaknya menjadi barang eksklusif selama penantian musim penghujan. Alangkah berharganya, setetes embun yang menempel di dedauanan. Tanah subur merekah keras, menggumpal kering, tampak gersang dipandang mata. Dedaunan pohon peneduh mulai kecoklatan, jatuh gugur dan kering. Rumput yang ditumbuhkan menjalari tepian jalan pun berganti warna, tampak gersang berjajar dengan aspal yang mengkilat.
Selalu, yang ada dan dikeluhkan itu punya dua sisi yang mungkin saling melengkapi. Adakalanya terik menyengat ini menguntungkan beberapa jenis makhluk hidup di muka bumi ini. Untuk mendukung kehidupannya. Namun apa semua yang terlampau berlebihan itu juga dapat menjadi hazard bagi kehidupan.
Tubuh mulai terasa terpanggang saat terik langsung menyerang. Rona wajah memerah terbakar. Namun tetap tak menghentikan langkah setiap makhluk untuk menyambut berkah. Mulai merayap mencari tepian yang teduh. Pohon hijau rindang menjadi tumpuan puluhan makhluk untuk tetap tercukupi kebutuhan oksigennya. Terkadang, helaan nafas kendaraan menyembul tajam menusuk hidung. Membekaskan aroma sengak. Belum lagi kegiatan lain para pengumpul sisa konsumsi makhluk hidup, membakarnya menambah tinggi suhu bumi.
Rintik hujan bagai kekasih sejati yang dirindukan saat kering panjang melanda. Meski hadirnya hanya sepersekian waktu, namun sejuknya mampu menyiram retak kering tanah. Membasahi hati-hati yang kering karena duka yang mengeluh panjang pada panas.
Hujan yang dinanti layaknya mendapat sambutan istimewa dari para pengeluh terik dan keringnya dunia. Tak seharusnya menyingkirkan tumbuhan hijau yang mampu menyambut hujan dengan manis, dengan menyimpankan bertetes air hujan. Tidak begitu sopan jika harus merusakan rerumputan hijau yang menutup tanah kosong, mereka mampu lebih manis menyambut hujan. Hanya saja, kita terlampau sombong menyiakan hujan dan panas yang datang dengan cara yang tepat. Yang mampu menyadarkan kita, bahwa hidup akan berjalan normal jika kita mampu menghargai apa-apa yang ada di muka bumi.
Hujan yang dinanti, semoga datang tepat waktunya mengusir terik panas kering yang meretakan tetanahan. Hujan yang dinanti, akan datang menyambut makhluk-makhluk yang berbesar hati menantinya. Hujan yang dinanti, akan ada di sela panas keringnya dunia.
Hujan :)
Dan semalam tadi, aku telah menyaksikan hujan turun membasahi :)
Tidak ada komentar:
Terima kasih sudah membacanya sampai selesai, semoga bermanfaat :) Please jangan tinggalkan link hidup dalam kolom komentar!
comment